Langsung ke konten utama

MAKALAH: AGAMA MASYARAKAT JAWA PRA-ISLAM

Disusun Oleh : A. Nisa, Fahryani
 

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Pulau jawa merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dengan berbagai macam suku yang mendiami pulau tersebut, salah satunya suku bangsa Jawa. Masyarakat Jawa atau suku bangsa Jawa identik dengan Bahasa Jawa dengan berbagai dialek yang berbeda di beberapa daerahnya secara turun temurun. Masyarakat Jawa adalah mereka yang bertempat tinggal di Pulai Jawa khususnya Jawa  Tengah dan Jawa Timur.
Perkembangan kehidupan orang Jawa sudah mengalami pergeseran budaya karena dipengaruhi beberapa kebudayaan baru. Berawal dari kebudayaan Jawa pada jaman prasejarah. Pendapat lain dari masyarakat mengatakan bahwa kehidupan orang Jawa dipengaruhi secara besar-besaran oleh paham animisme atau kepercayaan jaman prasejarah atau sebelum agama-agaman datang ke Indonesia.[1] Kemudian datang agama-agama baru seperti, Hindu Budha dan Islam. Setelah itu Kolonial datang dengan budaya Baratnya dan berpengaruh sampai hingga sekarang.
Namun, peradaban Jawa yang kental masih ada sampai sekarang. Walaupun sudah banyak bercampur dengan bermacam-macam agama seperti Hindu, Budha, Islam, dan sebagainya, kebudayaan Jawa masih dapat terlihat dengan jelas. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang beberapa agama-agama yang berkembang di Jawa sebelum Islam datang dan ajarannya masih digunakan sampai saat ini walaupun sudah bercampur dengan ajaran dari agama lain.

B.     Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa saja agama-agama di Jawa sebelum datangnya Islam?
2.      Bagaimana perkembangan agama-agama tersebut di Jawa?


BAB II

ANIMISME DAN DINAMISME



1. Animisme
Animisme atau kepercayaan Animisme adalah kepercayaan tentang adanya roh pada benda, binatang, tumbuhan dan juga pada manusia sendiri.[2] Animisme berasal dari “anima” yang artinya “nyawa”.  Bahasa latin  imus, bahasa yunani avepos, bahasa sansekerta prana, semua berarti nafas atau jiwa. Animisme adalah ajaran atau doktrin tentang realitas jiwa.[3] Dengan demikian animisme adalah sesuatu bentuk kepercayaan terhadap jiwa (ruh) yang memiliki kekuatan.
      Masyarakat yang primif percaya bahwa nyawa orang yang telah mati, yang digambarkan sebagai ruh atau sukma, akan tetap hidup terus. Tetapi ruh atau sukma tersebut bukan merupakan bagian dari manusia, tetapi “manusia seutuhnya” . oleh sebab itu orang yang sudah mati digambarkan mempunyai badan seperti orang yang masih hidup dan benar-benar sesuai dengan wujud orang yang masih hidup, hanya saja dipercaya sebagai hantu dan biasanya ditakuti oleh orang yang masih hidup. Dalam kepercayaan animisme terdapat sifat-sifat yang khas seperti berikut:
a.       Adanya suatu susunan keagamaan dengan rangkaian upacara dan bentuk-bentuk sesembahan yang menggambarkan adanya makhluk-makhluk halus, ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang mempunyai keinginan dan kehendak.
b.      Adanya daya kekuatan dalam diri manusia yang disebabkan oleh adanya keinginan dan kehendak.
c.       Adanya kepercayaan bahwa ruh-ruh dan makhluk halus berada disekitar manusia, baik di hutan, pohon, gunung, rumah, jalan dan sebagainya.
d.      Sikap manusia terhadap ruh dan makhluk halus adalah ambivalen.
e.       Ruh-ruh dan makhluk-makhluk halus besifat supramanusiawi dan dipercayai sangat mempengaruhi dan menentukan keselamatan hidup manusia.
            Teori animisme dimunculkan pertama kali oleh E.B. Tylor (1832-1917), seorang antropolog asal inggris yang juga menekuni bidang etnografi dan arkeologi. Menurutnya animisme adalah perlambangan dari suatu jiwa atau ruh dari beberapa makhluk hidup karena adanya jiwa atau nyawa, baik yang aktif ataupun yang tidak aktif. Dari sinilah manusia primitif sampai pada suatu konsepsi tentang adanya makhluk-makhluk diluar manusia dan dapat menentukan kehidupan mereka. Menurut teori tylor, agama premitif seperti animisme ini bersumber pada penggambaran dan personofikasi orang terhadap ruh dan makhluk-makhlk halus pada setiap makhluk dan objek-objeknya di sekelilingnya, sehingga menurut tylor lebih lanjut agama adalah kepercayaan manusia terhadap adanya suatu hubungan antara dirinya dengan ruh-ruh yang dianggap memiliki, menguasai dan berada di mana-mana serta memenuhi alam semesta ini[4].
2. Dinamisme
Kata dinamisme berasal dari kata yang terdapat dalam bahasa Yunani “dunamos”, yang istilah inggrisnya adalah “dynamis”, yang diartikan dalam bahasa indonesia adalah kekuatan, kekuasaan, atau khasiat, dan daya.[5]
            Harun Nasution menyatakan bahwa bagi manusia primitif, yang tingkat kebudayaannya masih relatif sangat rendah, setiap benda yang berada disekelilingnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius. Masyarakat primitif memberi berbagai nama kepada kekuatan batin itu, misalnya tuah.
            T.S.G. Mulia menjelaskan dinamisme sebagai suatu kepercayaan bahwa pada berbagi benda terdapat suatu kekuatan atau kesaktian, misalnya dalam api, batu, tumbuh-tumbuhan hewan dan juga pada manusia. Kekuatan atau kesaktian ini tidak dibayangkan sebagai suatu tokoh atau pribadi melainkan bersifat abstrak. Dengan demikian dinamisme adalah kepercayaan kepada suatu daya kekuatan atau kekuasaan yang keramat dan tidak berpribadi, yang dianggap halus atau berjasa, yaitu sejenis “fluidum”, yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki oleh benda, binatang atau manusia.[6]
            Dalam praktek kehidupan masyarakat primitif, jika seseoramg atau benda dianggap tidak mempunyai tuah, maka orang atau benda tersebut tidak diperhatikan. Sebaliknya bila seseoramg atau benda tersebut diketahui memiliki tuah, maka ia akan diperhatikan secara khusus. Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: apakah orang atau benda yang mengandung kekuatan itu yang harus ditakuti, ataukah daya atau kekuatan itu sendiri yang harus ditakuti dan dihormati. Apapun kemungkinan tersebut yang jelas orang yang percaya kepada kekuatan itu harus melakukan suatu upacara untuk menghormatinya atau bahkan mungkin berusaha melumpuhkannya dengan berbagai daya penangkal. Dinamisme ini bukan merupakan struktur panteistis, yang percaya bahwa segala makhluk dan benda itu mengandung daya ilahi.


BAB III

HINDU BUDHA


A.  Hindu
            Agama Hindu adalah agama yang para penganutnya menyembah dan memuja dewa-dewa Wisnu, Siwa, Sakti, anak-anaknya dan sebagainya. Agama hindu timbul dari dua arus utama yang membentuknya yaitu agama (bangsa) Dravida dan agama (bangsa) Arya. Agama ini menyerap ide-ide, penalaran dan amalan kedewaan Siwa, Dewi Ibu, pemujaan patung, pertapaan, ajaran penjelmaan kembali dan sebagainya. Siwa dianggap sebagai Dewa angin badai yang ada dalam kitab weda, dan di sini Siwa disbut sebagai Rudra. Dalam perkembangannya ia adalah salah satu dewa terpenting dalam agama Hindu[7].
Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama sanatana Dharma,yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab sucu Weda. Menurut para sarjana, agama tersebut terbentuk dari campuran agama India asli dengan agama atau kepercayaan bangsa Arya. Sebelum kedatangan bangsa Arya di India telah lama hidup bangsa-bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang tinggi, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap wilayah Lembah Indus. Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan tiga tahap.
Tahap pertama, sering disebut dengan zaman weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya di Punjab hingga munculnya agama Buddha. Pada masa ini dikenal dengan adanya tiga priode agama yang disebut dengan priode tiga agama penting (tiga agama besar). Ketiga priode ini adalah priode ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000 SM). Agama dalam priode pertama lebih dikenal dengan agama Weda kuno atau agama Weda Samhita. Priode kedua ditandai oleh munculnya agama Brahmana dimana para pendeta berkuasa dan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup keagamaan (1000-750 SM). Perubahan tersebut lebih bersifat dari dalam agama Weda sendiri dibanding perubahan karena penyesuaian agama Weda dengan kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari luar. Agama Weda pada priode kedua ini lebih dikenal dengan nama agama Brahmana. Priode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar sungai Gangga ( 750-500 SM). Agama Weda pada priode ini dikenal dengan agama Upanishad. 
            Tahap kedua adalah agama Buddha, yang mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha ini diperkirakan berlangsung antara 500 SM – 300 M. Tahap ketiga adalah apa yang dikenal dengan zaman agam Hindu yang berlangsung sejak 300 M hingga sekarang.[8]
            Agama Hindu tidak hanya terdapat di India, tetapi telah masuk ke Indonesia bahkan sangat kuat pengaruhnya terutama di Jawa. Ada bebrapa bukti pengaruh agama Hindu dan kebudayaan India terhadap Indonesia dalam bidang sastra dan agama, seni bangunan dan adat kebiasaan yang ada di sekitar keraton. Sehingga dapat difahami bahwa masuknya pengaruh tersebut bukan melaui kasta-kasta sudra, waisya ataupun ksatria, tetapi oleh para brahma karena merekalah yang berwenag membaca kitap suci dan menentukan peribadatan.
            Aliran agama Hindu yang paling besar pengaruhnya adalah aliran Siwa dan Tantra (abad 6). Di Indonesia aliran tantra dan agama Buddha (yang sempat mendesak tantra keluardari India) justru menyatu dengan sebutan agama Siwa Buddha. Percampuran antara keduanya terlihat jelas pada zaman kerjaan Singasari (1222-1292). Dari penemuan prasasti dapat diketahui bahwa perkembangan pengaruh agama Hindu tetap bersifat di sekitar keraton.
            Mengenai kitab suci, weda adalah kitab suci agam Hindu yang menutamakan pengetahuan suci tentang Sang Hyang Widi dan perintah-perintahnya. Kitab tersebut wajib dibaca oleh segenap umat Hindu, tidak terbatas hanya kalangan pendeta saja.

v  Sumber Pokok Ajaran Agam Hindu.
a.       Resi, Arya dan Acarya
b.      Naskah-naskah suci: Purana dan Tantra.
c.       Kitab Weda, brahmana, aranyaka dan upanishad.
d.      Etika manusia.

B.  Buddha
       Secara etimologi, perkataan Buddha berasal dari kata “ buddh”,  yang berarti bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau awam. Kata buddha mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna, orang yang sadar secara spiritual, orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual, orang yang bersih dari kotoran batinyang berpa dosa (kebencian), lobha (serakah), dan moha (egelapan). Berdasarkan pengertian-pengertian ini jelas bahwa Buddha bukanlah nama diri, melainkan nama gelar kehormatan bagi orang yang telah mencapai tingkatan spiritual tertentu[9].
1.      Ajaran agama buddha
     Ajaran agama buddha bersumber pada kitab Tripitaka  yang merupakan kumpulan khotbah, keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang buddha dengan para siswa dan pengukutnya. Sumber ajaran tersebut dikelompokkan menjadi tiga yang dikenal dengan pitaka atau keranjang, yaitu Vinaya pitaka (memuat hal-hal yang berkenaan dengan peraturan bagi para bhikkun dan bhikkuni), suttra pitaka (memuat keterangan-keterangan tentang cara hidup yang berguna bagi para bhikkun dan pengikutnya yang lain), dan abidharma pitaka (berisi uraian filsafat buddha dharma yang disusun secara analitis dan mencakup berbagai bidang seperti ilmu jiwa, logika, etika dan metafisika)[10].
2.      Landasan dan Pokok ajaran agama buddha
1)   Tri Ratna, terdiri atas buddha, dharma, sangha.
2)   Catur Arya Satyani (hukum karma)
3)    Hasta Arya Marga ( tumimbal lahir)
4)   Tilakhana, terdiri atas anitya, anatman, dan dukkha.
5)   Pratitya samuppada

Berdasarkan landasan tersebut dapat dilihat ajaran agama buddha: ajaran tentang ketuhanan, kosmologi buddha, ajaran tentang manusia, ajaran tentang etika, ajaran tentang sangha, dan upacara atau ritual keagamaan serta susunan masyarakat buddha dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Ajaran tentang tuhan, dasar pemahaman tentang tuhan yang diungkapkan dalam aspek naif tersebut berasal dari sabda-sabda buddha yangmenggambarkan sesuatu yang mutlak yang mengatasi semua yang ada. Ajaran buddha tidak terlalu mempersoalkan tentang tuhan itu sendiri melainkan dengan menjelaskan tentang dukkha dan bagaimana cara menghindari dukkha itu[11].
3.      Sejarah agama buddha di indonesia
     Berdasarkan penemuan arkeologi di beberapa tempat yang terpisah, masa perkembangn agama buddha di indonesia dimulai sekitar abad ke-5 M. Pada waktu itu agama buddha telah berkembang luas di jawa dan sumatra. Dari catatan I’tsing (672) kerajaan Sriwjaya pada waktu itu merupakan tempat pengajaran agama buddha[12].  


BAB IV

          Perkembangan Agama-Agama Pra-Islam di Jawa


1.      Animisme dan Dinamisme
Dalam masyarakat Jawa, kepercayaan ini ada ketika periode prasejarah. Mereka mempercayai bahwa semua benda yang bergerak dianggap hidup, memiliki kekuatan gaib, roh, makhluk halus serta adanya watak baik dan jahat. Menurut kepercayaan masing-masing makhluk halus seperti memedi, lelembut, tuyul, dhemit, jin, dan lainnya yang menempati alam sekitar tempat tinggal mereka dapat mendatangkan kesuksesan, ketentraman, kebahagiaan, atau keselamatan tetpai sebaliknya, bisa pula menimbulkan gangguan pikiran, kesehatan bahkan kematian.[13]
Untuk melindungi manusia dari kekuatan jahat dan hal-hal buruk, masyarakat saat itu menggunakan sesajen atau sesaji agar dilindungi dari roh jahat yang mengganggu manusia. Sesajen biasanya diletakkan di tempat-tempat yang banyak dihuni oleh makhluk-makhluk halus atau yang dianggap angker dan gaib, seperti di pohon beringin, atau pohon-pohon yang besar dan sudah tua. Selain itu, sesajen juga sering ditempatkan di belik atau tempat mata air dan kuburan-kuburan tempat para tokoh yang terkenal ketika hidupnya.
Untuk menarik simpati roh-roh halus, masyarakat biasanya menggunakan sesaji yang berisi bunga-bunga dan makanan kecil. Sesaji dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk mendukung rasa percaya mereka terhadap roh-roh halus seperti, lelembut, jin, dan dhemit yang menempati tempat-tempat tertentu agar tidak menggganggu masyarakat sekitar. Selain itu, juga meminta perlindngan terhadap makhluk-makhluk halus dari gangguan makhluk-makhluk halus lain yang diutus oleh seseorang untuk mengganggu keluarganya.
Selain sesaji, masyarakat saat itu juga melakukan ritual-ritual atau upacara. Ritual yang mendasar yaitu Slametan atau selamatan. Selamatan dalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan.[14] Dalam tradisi Jawa, upacara selamatan dibarengi dengan kesenian seperti wayang kulit, kuda lumping, ketoprak, dan bermacam-macam tarian merupakan sisa-sisa peninggalan jaman sebelum Islam datang ke Indonesia.[15] Tujuan dari  slametan sendiri adalah untuk menciptakan keadaan sejahtera, aman, dan bebas dari gangguan makhluk yang nyata maupun halus.[16]
Ritual lain selain slametan dan sesaji yaitu menambah kekuatan batin. Ritual menambah kekuatan batin ini dilakukan untuk menambah kekuatan batin agar dapat mempengaruhi kekuatan alam semesta atau jagadgede.[17] Ritual yang dilakukan yaitu laku prihatin atau perih ing batin dengan cara cegah dhahar lawan guling (mencegah makan dan mengurangi tidur). Selain itu, hal yang harus dilakukan adalah mutih (hanya makan nasi putih dan minum air putih), ngasrep(hanya makan dan minum dengan rasa tawar), berpuasa pada hari kelahiran, dan yang terakhir dan yang paling berat yaitu pati geni yaitu tidak makan, tidak minum dan tidak melihat sinar apapun dalam waktu 40 hari. Pati geni dilakukan dengan menggunakan benda-benda berkekuatan gaib seperti jimat, yang berupa keris, batu akik, kuku macan, dan sebagainya.

2.      Hindu dan Budha
Agama Hindu mulai masuk di Pulau Jawa kira-kira abad ke-5 di Jawa bagian Barat ditandai dengan berdirinya Kerajaan Tarumanegara yang selanjutnya berdiri Kerajaan Hindu Mataram di Jawa Tengah. Pada masa Kerajaan Hindu Mataram, Agama Hindu menjadi satu-satunya pewarna kerajaan dan pemerintahannya.[18] Pada masa Kerajaan Mataram Kuno dibawah pemerintahan Raja Dharmawangsa mencoba menggabungkan antara Agama Siwa atau Hindu dengan Agama Budha yang kemudian dikenal dengan nama “Siwa-Budha”. Mulai saat itu Hindu sudah bukan menjadi satu-satunya agama di Jawa. Toleransi keagamaan dan kerukunan antar umat beragama  mulai terlihat karena memang adanya kebijakan politik yang memaksa keadaan menjadi seperti itu. Sejak saat itu, masyarakat Jawa mengalami bentuk dan sisa peninggalan kerajaan Mataram Hindu sampai saat ini.
Upacara Wiwit atau permulaan musim tanam yang diwujudkan pada pemujaan dewi padi yaitu Dewi Sri adalah upacara untuk memperoleh kesejhateraan ekonomi. Upacara ini sangat dikenal sampai wilayah pedalaman karena sangat terkenalnya mitos Dewi Sri. Mitos ini berasal dari India yang dibawa oleh orang-orang India ke Indonesia termasuk di Jawa. Sampai sekarang masih ada yang melakukan pemujaan terhadap Dewi Sri di wilayah pedesaan yang dilakukan oleh masyarakat petani  dengan harapan akan menghasilkan panen yang maksimal. 
Ritual pada masa Hindu Budha yang lain yaitu Upacara Garebeg atau Grebeg. Menurut sejarah, kata “grebeg” berasal dari kata “gumbrebeg” yang berarti riuh, ribut, dan ramai.[19] Pada upacara tersebut para wakil propinsi berkumpul menyerahkan upeti dan bergembira ria. Adanya upacara di ibukota raja bertujuan untuk menjaga keserasian antara kerajaannya dan kosmos. Sementara itu warga masyarakat juga memiliki tujuan yang sama dengan tingkat yang lebih sederhana.[20]


BAB V

PENUTUP

Kepercayaan Animisme merupakan kepercayaan yang mempercayai adanya roh dengan kekuatan didalam roh tersebut. Sedangkan kepercayaan Dinamisme merupakan kepercayaan yang menganggap bahwa berbagai benda memiliki kekuatan atau kesaktian. Setelah Kepercayaan tersebut agama lain masuk dan mulai menggantikan kedua kepercayaan sebelumnya. Agama-agama tersebut yaitu Agama Hindu dengan menyembah dewa-dewa seperti Dewa Wisnu, Siwa, dan sebagainya. Agama Budha sendiri merupakan gelar kehormatan bagi orang yang telah mencapai tingkatan spiritual tertentu.
Agama-agama yang datang ke wilayah Jawa sebelum Islam datang memiliki pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan keagamaan dan kebudayaan di masyarakat. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme pada masa prasejarah yang mempercayai adanya kekuatan roh dengan berbagai upacara untuk menghormati mereka dan bentuk rasa syukur atas apa yang mereka dapatkan. Berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno menyebabkan ajaran Agama Hindu mulai menyebar di Jawa. Kemudian disusul Agama Budha dengan pusat pengajarannya di Kerajaan Sriwijaya.



DAFTAR PUSTAKA

*Andrew, Beatty. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 
*Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 
*Muhammad, Damami. 2002. Makna Agama dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta: LESFI. 
*Rahmat, Fajri dkk. 2012. Agama Agama Dunia. Yogyakarta: Belukar bekerjasama dengan Jurusan Perbandingan Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga. 
*Sutiyono. 2013. Poros Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Graha Ilmu. 
*______. 2015. Upacara Grebeg Kendalisodo dan Maknanya dalam Membina Kerukunan Masyarakat di Desa Karangjoho Kelurahan Samban Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang. *Dikutip dari laman http://repository.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/4889/T1_152010014_BAB%20II.pdf?sequence=3. Diakses pada tanggal 7 Maret 2015.


[1] Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 1.
[2] Ibid, hlm. 2.
[3] Rahmat Fajri dkk. Agama-Agama Dunia.(yogyakarta: Belukar, 2012), hal. 29
[4] Ibid.33-34
[5]Ibid. 39
[6] Ibid.39-40
[7] Ibid. 56-57
[8] Ibid.108-109
[9] Ibid. 121-122
[10] Ibid.135
[11] Ibid. 137-138
[12] Ibid. 180-181
[13] Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm. 347.
[14] Ibid,.
[15]Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 2.
[16] Andrew, Beatty, Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 43.
[17]Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 3.
[18] Mohammad Damami, Makna Agama dalam Masyarakat Jawa (Yogyakarta: LESFI, 2002), hlm. 84.
[19] ___, Upacara Grebeg Kendalisodo dan Maknanya dalam Membina Kerukunan Masyarakat di Desa Karangjoho Kelurahan Samban Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, dikutip dari laman “http://repository.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/4889/T1_152010014_BAB%20II.pdf?sequence=3”, diakses pada tanggal 7 Maret 2015. 
[20] Sutiyono, Poros Kebudayaan Jawa (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm. 3.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH: PERJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN CUT MEUTIA MELAWAN KOLONIAL BELANDA DI TANAH ACEH TAHUN 1901-1910

 BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Perang Aceh yang terjadi dari tahun 1873 sampai 1904 yang ditandai dengan menyerahnya Kesultanan Aceh menjadi salah satu perlawanan yang cukup sengit melawan kolonial Belanda pada saat itu. Perebutan wilayah Aceh oleh Belanda dan rakyat Aceh yang tidak rela wilayahnya dikuasai oleh Belanda   menjadi faktor utama perlawanan di Aceh. Banyak rakyat yang gugur dalam perlawanan tersebut   termasuk para pemimpin perlawanan seperti Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan masih banyak lagi.

MAKALAH: PERANG PADRI

Disusun Oleh : A Sodikin, A Nisa BAB I PENDAHULUAN Masyarakat Minangkabau telah memeluk ajaran Islam sejak Abad 16 atau bahkan sebelumnya. Namun hingga awal abad 19, masyarakat tetap melaksanakan adat yang berbau maksiat seperti   berjudi, sabung ayam maupun mabuk-mabukan. Hal demikian menimbulkan polemik antara Tuanku Koto Tuo seorang ulama yang sangat disegani, dengan para muridnya yang lebih radikal. Terutama Tuanku nan Renceh. Mereka sepakat untuk memberantas maksiat. Hanya, caranya yang berbeda.   

MAKALAH: MAULID NABI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Maulid Nabi Muhammad SAW atau kadang disebut maulid nabi adalah peringatan hari lahir nabi Muhammad SAW yang perayaannya jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata Maulid atau Milad berarti hari lahir. Perayaan Merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara substansi peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dari munculnya maulid nabi hingga perkembangannya, peringatan maulid nabi sendiri tidak terlepas dari perbedaan pendapat antara kelompok yang mendukung adanya perayaan maulid nabi dengan kelompok yang mementangnya. Makalah ini sedikit akan menjelaskan tentang hal-hal tersebut. B.      Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dijelaskan pada makalah ini yaitu : 1.       Bagaimana awal muncul dan perkembangan Maulid Nabi? 2.       Bagaimana pendapat tentang perayaan Maulid Nabi? BAB II