Disusun Oleh: Elvira, A Nisa, Juhari
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap kejadian atau
kegiatan yang dilakukan baik oleh manusia atau kejaian-kejadian alam sekitar
pasti terjadi tidak lepas dari sebab yang membuat suatu kejadian dapat terjadi. Setelah adanya
penyebab pasti ada akibat yang akan ditimbulkan dari suatu kejadian. Untuk
menjelaskan sesuatu , tidak jarang kita harus menemukan sebab yang sebenarnya. Tidak
jarang orang menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sesuatu tersebut
bukanlah sebabnya, misalnya pada masa permulaan tahun 1960-an, sering terjadi kerusakan
panen karena kemurkaan Alloh, padahal kerusakan tersebut terjadi karena
tangan-tangan jahil yang ingin menyabotase atau bermaksud mematangkan “situasi
revolusioner” benar-benar sesuatu langkah kemajuan yang hebat bahwasannya kini
orang betul-betul berusaha mencari sebab-sebab wabah, penyakit dan sebagainnya.[1]
Untuk mejelaskan lebih
lanjut tentang hubungan kausalitas maka pemakalah mencoba memaparkan beberapa
penjelasan dengan garis besar dari rumusan masalah.
ü Apa itu hubungan kausalitas?
ü Apa saja metode-metode
dalam hubungan kausalitas?
ü Apa saja kekeliruan dalam penalaran kausalitas?
BAB II
PEMBAHASAN
Keyakinan manusia akan hukum
kausalitas sudah ada sejak zaman kuno. Bahwa tidak ada suatu pun peristiwa
terjadi secara kebetulan, melainkan semuanya mempunyai sebab yang
mendahuluinya, dapat kita telusuri sejak peradaban manusia tercatat dalam
sejarah. Sebab sebagai sesuatu yang melahirkan akibat mempunyai banyak
pengertian. Kita mengenal ada sebab yang mesti (necessary causa) dan sebab yang menjadikan (sufficient causa).
Sebab yang mesti adalah sesuatu
keadaaan bila tidak ada maka akibatnya tidak akan terjadi tetapi dengan adanya
akibatnya tidak harus terjadi. Contoh oksigen merupakan sebab adanya kebakaran.
Tanpaadanya oksigen tidak mungkin kebakaran bisa terjadi, tetapi adanya oksigen
kebakaran tidak harus terjadi. Adapun sebab yang menjadi8kan adalah sesuatu
yang adanya menyebabkan akibat lahir, sedangkan tidak adanya juga akibat tidak
mungkin terlaksana.
Dengan kata lain sebab yang
menjadikan adalah yang ada atau tidaknya menentukan ada dan tidaknya akibat.
Kompor meledak adalah sebab yang mengakibatkan seluruh rumah di gang x musnah
jadi abu. Tetapi kita harus ingat bahwasannya sebab yang menjadikan dapat
terlaksana bila sebab yang mesti juga ada. Meskipun ada kompor meledak tetapi
bila saat itu oksigen tidak ada maka kebakaran seluruh gang itu tidak akan
terlaksana. Jadi meledaknya kompor merupakan sebab yang menjadikan kebakaran.
Di samping itu ada juga sebab yang
jauh dan sebab yang lansung. Jika A mengakibatkan B, B mengakibatkan C, C
mengakibatkan D, D mengakibatkan E, dan E mengakibatkan F, maka E merupakan
sebab yang lansung dan A merupakan sebab yang jauh. Contoh: penelusuran terhadap tewasnya mahasiswa dalam
kecelakaaan kendaraan, maka akan didapati sebab yang berarti. Ia tewas karena
menyebrang jalan dengan cepat tanpa perhitungan sehingga mobil yang kebetulan
lewat tidak dapat menghindari tabrakan. Ia memotong jalan tanpa perhitungan,
karena ia tergesa-gesa ingin segera sampai dikampusnya sebab hari itu ia harus
mengikuti ujian dan hari telah siang, ia takut terlambat. Mengapa ia terlambat?
Karena ia bengun kesiangan. Mengapa ia bangun kesiangan? Karena ia belajar
sampai larut malam. Mengapa ia belajar sampai larut malam? Karena ia akan
mengikuti ujian.[2]
Kebanyakan generalisasi didasarkan
pada pemeriksaan atas suatu sample dari
seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga bisa
disebut induksi tidak sempurna, tidak
lengkap. Guna menghindari generalisasi yang terbaru-baru, Aristoteles
berpendapat bahwasannya bentuk induksi semacam ini harus didasarkan pada
pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan.
Ada 3 pola dalam hubungan kausalitas
:
1. Sebab- akibat.
Contoh: Penebangan liar di hutan
mengakibatkan tanah longsor.
2. Akibat – Sebab.
Contoh: Andri juara kelas
disebabkan dia rajin belajar dengan baik.
3. Akibat – Akibat.
Contoh:Toni melihat kecelakaan dijalan raya, sehingga
Toni beranggapan adanya korban kecelakaan.[3]
Seorang filsuf
inggris Stuart Mill merumuskan metode penyimpulan Induksi Mill, empat metode
tersebut yaitu:
a.
Metode
persetujuan
Apabila ada dua macam
peristiwa atau lebih pada gejala yang diselidiki dan masing-masing periatiwa itu
mempunyai faktor yang sama, maka faktor itu merupakan satu-satunya sebab bagi
gejala yang diselidiki.[4]
Contoh: penyakit tipus yang menyerang satu desa.
Tingkah laku pasien berbagai ragam dalam corak kehidupan sehari-hari dalam
memenuhi kebutuhan hidup, berbeda umur dan latar belakang, dan ekonomi yang
berbeda-beda, tetapi semuanya bersamaan dalam hal penggunaan air minum. Dengan
demikian sumber air merupakan faktor yang ada pada setiap macam fenomenaa, maka
dapat disimpulkan bahwa air minumlah yang menyebabkan tipus.
b.
Metode
perbedaan
Jika sebuah peristiwa
mengandung gejala yang diselidiki dan sebuah peristiwa lain yang tidak
mengandungnya, namun faktornya sama kecuali satu, dan yang satu itu terdapat
pada peristiwa pertama maka faktor satu-satunya itu yang menyebabkan
peristiwanya berbeda itu adalah faktor yang tidak bisa di lepaskan dari sebab
terjadinya gejala.
Contoh: Bila kita punya korek api yang ada
sumbunya dan yang satu tidak, maka korek yang ada sumbunya dapat kita nyalakan,
sedangkan yang tidak ada sumbunya tidak dapat kita nyalakan meskipun ia
mempunyai batu dan gas dan keadaan yang lain sama dengan korek yang mempunyai
sumbu. Oleh karena itu, tidak tepat kalau kita katakan bahwa sumbu itu
merupakan sebab bagi menyalanya korek api tetapi lebih tepat merupakan sebab
yang tidak bisa di pisahkan dari sebab yang menjadikan korek api itu menyala.
c.
Metode
persamaan variasi
Apabila suatu gejala yang
dengan suatu cara berubah ketika gejala lain berubah dengan cara tertentu maka
gejala itu adalah sebab atau akibat dari gejala lain , atau berhubungan secara
sebab akibat.
Contoh: Seorang petani dapat mengetahui dengan
mudah hubungan kausalitas antara kesuburan tanah dengan hasil panen. Semakin
tinggi derajat kesuburan tanah semakin bagus hasil panen dan demikian
sebaliknya.
d.
Metode sisasisihan
Jika ada peristiwa dalam
keadaaan tertentu dan keadaan tertentu ini merupakan akibat dari faktor yang
mendahuluinya, maka sisa akibat yang terdapat pada peristiwa itu pasti
disebabkan oleh faktor yang lain.
Contoh: penemuan planet neptunus pada tahun 1846.
Penemuan ini sebagai akibat perhitungan terhadap orbit planet uranus.
e.
Metode
Gabungan
Metode ini merupakan
variasi dari metode persetujuan dan metode perbedaan. Maksudnya jika ada
sekumpulan peristiwa dalam gejala tertentu hanya memiliki sebuah faktor yang
bersamaan, sedangkan dalam beberapa peristiwa dimana gejala itu tidak terjadi,
dijumpai faktor-faktor lainnya yang juga di jumpai pada saat gejala itu terjadi
kecuali sebuah faktor yang bersamaan, maka faktor ini adalah faktor yang
mempunyai hubungan kausal dengan gejal itu.
Contoh : Pemberian makanan pada sekelompok ayam
dengan beras ternyata ayam itu terserang radang saraf, dan sebagian besar mati.
Ia memberikan makan pada sekelompok ayam lain dengan beras yang masih tercampur
dedak. Ternyata tidak satu pun ayam itu sakit. Kemudian ayam yang sakit diberi
makan beras yang di campur degan dedak dan ayam tersebut akhirnya sembuh.
1.
Post Hoc, Ergo Propter Hoc, yakni pemikiran yang menafsirkan kejadian-kejadian
atas dasar :ini terjadi sesudah itu terjadi maka ini merupakan akibat dari itu,
misalnya : Sesudah ayam berkokok maka terbitlah siang. Jadi, siang terbit
karena ayam berkokok.
2.
Cum Hoc Ergo Propter Hoc, bersama itu oleh karena itu. Misalnya : Bersama
dengan turunnya hujan buatan, ikan-ikan mati karena hujan buatan, ikan-ikan
tersebut mati.
Keliruan ini
terjadi karena melihat peristiwa yang ada secara sepintas. Untuk menentukan
bahwa suatu peristiwa itu merupakan sebab bagi peristiwa lainnya tidak lah
sekedar menunjuk bahwa peristiwa pertama adalah sebab dari peristiwa kedua.[5]
BAB III
KESIMPULAN
Hubungan kausalitas
merupakan hubungan yang saling terkait dari dua permasalahan. Suatu kejadian
tidak bisa dikatakan mengalami suatu akibat tanpa adanya sebab, sebaliknya
kejadian tidak dapat menujukkan suatu sebab jika belum mengalami akibat. Hubungan
kausalitas terdiri dari tiga pola yaitu: sebab-akibat, akibat-sebab, dan
akibat-akibat. Sedangkan metode-metodenya menurut Stuart Mill terdiri dari :
Metode persetujuan, metode perbedaan, metode persamaan variasi, metode
sisasisihan, dan metode gabungan persetujuan dan perbedaan. Beberapa kekeliruan
dalam hubungan kausalitas yaitu Post Hoc,
Ergo Propter Hoc dan Cum Hoc Ergo
Propter Hoc perlu juga diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan atau
kekeliruan dalam menghubungkan suatu kejadian.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri. 1998. Logika.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Puspoprojo. 1999.
Logika Scientifika: Pengantar Dialektika
dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika.
Fikri, Jaiz, Pengertian, Generalisasi, Analogi, Hubungan
kausal, Hipotesis dan teori Penalaran Induktif , dikutip dari laman http://apikgoregrind.blogspot.com/2014/03/pengertian-penalaran-induktif.html, diakses 29 April 2015.
[1] W. Poeswoprojo, Logika
Sicentifika, Bandung, Pustaka Grafika, 1999, Hlm. 244.
[2] Mundiri, logika
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Hlm.147-148.
[3] Fikri, Jaiz, Pengertian, Generalisasi, Analogi, Hubungan
kausal, Hipotesis dan teori Penalaran Induktif , dikutip dari laman http://apikgoregrind.blogspot.com/2014/03/pengertian-penalaran-induktif.html, diakses
29 April 2015.
[4] Mundiri, logika
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Hlm. 150.
[5] Mundiri, logika (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998), Hlm. 158.
Komentar
Posting Komentar