Langsung ke konten utama

MAKALAH: MAULID NABI



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Maulid Nabi Muhammad SAW atau kadang disebut maulid nabi adalah peringatan hari lahir nabi Muhammad SAW yang perayaannya jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Kata Maulid atau Milad berarti hari lahir. Perayaan Merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara substansi peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dari munculnya maulid nabi hingga perkembangannya, peringatan maulid nabi sendiri tidak terlepas dari perbedaan pendapat antara kelompok yang mendukung adanya perayaan maulid nabi dengan kelompok yang mementangnya. Makalah ini sedikit akan menjelaskan tentang hal-hal tersebut.


B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dijelaskan pada makalah ini yaitu :

1.      Bagaimana awal muncul dan perkembangan Maulid Nabi?
2.      Bagaimana pendapat tentang perayaan Maulid Nabi?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Awal Muncul dan Perkembangan Maulid Nabi
            Maulid nabi mulai muncul pertama kali sekitar abad ke-5 H/ abad ke-11 M oleh Bani Ubaid al-Qoddakh yang menamai diri mereka dengan “Fatimiyyun”. Seorang cendekiawan mesir, Hasan as-Sand ubi menyatakan bahwa penguasa Fatimi pertama yang menetap di Mesir, al-Mu’izz li-Din Allah (memerintah 341-365 H) merayakan maulid nabi untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Islam[1]. Berawal dari sinilah kemudian mulai tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk perayaan Maulid.
            Al-Ilmam Ahmad bin Ali al-Maqrizi, seorang ulama ahli sejarah pernah mengatakan “Para Khalifah Fatimiyyun mempunyai perayaan yang bermacam-macam setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan Asyura’, perayaan Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan, Maulid Husein, Maulid Fatimah az-Zahra dan maulid Kholifah, perayaan awal bulan Rajab, awal Sya’ban, Nisfu Sya’ban, awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan dan penutupan Ramadhan...”[2] Mereka adalah orang-orang dari daulah Ubaidiyyah yang berakidah Bathiniyyah, merekalah yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali asy-Syafi’i “Mereka menampakkan sebagai orang Rofidhoh Syiah, padahal mereka murni orang kafir”.[3]
            Sebelum jatuhnya Dinasti Fatimiyyun, maulid juga di rayakan di lingkungan Islam Sunni, dan ini dibuktikan dengan perayaan yang diselenggarakan oleh seorang penguasa Syiria, yaitu Nur ad-Din. Bentuk perayaannya seperti :
·         Maulid dirayakan pada malam hari
·         Api dinyalakan
·         Tamu-tamu diterima, mungkin untuk pesta dan menerima hadiah-hadiah
·         Selama pesta-pesta ini ada deklamasi syair untuk menyanjung sang penguasa[4]
Waktu kira-kira masa jatuhnya Dinasti Fatimiyyun, maulid di rayakan di Mosul oleh ‘Umar al-Malla sekitar setengah abad ke-6 H/ ke 12 M yang kemudian kira-kira dua puluh tahun kemudian maulid juga diperingati di Mekah yang disimpulkan dari kisah perjalanan Ibn Jubair. Awal abad ke-7 H/ ke-13 M maulid dirayakan secara besar-besaran di Irbil oleh penguasanya Muzaffar ad-Din Kokburi.
Al-Hafizh Ibnu Katsir asy-Syafi’i dalam biografi Abu Sa’id berkata “Dia merayakan peringatan Maulid Nabi di Bulan Robi’ul Awal dengan amat mewah. As-Sibt berkata, “Sebagian orang yang hadir disana menceritakan bahwa dalam hidangan Raja Mudhofir disipakan lima ribu daging panggang, sepuluh ribu daging ayam, seratus ribu gelas susu, dan tiga puluh ribu piring makanan ringan...” Hingga beliau (Ibnu Katsir) berkata “perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-rokoh agama dan orang-orang sufi. Sang raja pun menjamu mereka. Bahkan bagi orang-orang sufi ada acara khusus yaitu bernyanyi mulai waktu Dhuhur hingga Fajar, dan raja pun juga turut joged bersama mereka”.[5]
Ibnu Khallikan dalam kitab Wafayat al-A’yan menceritakan bahwa al-Imam al-Hafizh ibn Dihyah datang dari Maroko menuju Syam kemudian ke Irak. Ketika melintasi wilayah Irbil tahun 604 H, beliau mendapati Raja Muzhaffar yang sangat besar perhatiannya terhadap peringatan Maulid Nabi. Oleh karena itu, al-Hafizh ibn Dihyah menulis buku tentang Maulid Nabi yang berjudul “at-Tanwir Fi Maulid al-Basyir an-Nadzir”. Karya ini kemudian beliau hadiahkan kepada Raja al-Muzhaffar.[6]
Beberapa ulama semenjak masa Raja Muzhaffar dan masa sesudahnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Beberapa ulama yang terkemuka yang menyatakan demikian yaitu :
·         Al-Hafizh ibn Dihyah (abad 7 H)
·         Al-Hafizh al-‘Iraqi (w. 806 H)
·         Al-Hafizh ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H)
·         Al-Hafizh as-Suyuthi (w. 911 H), menulis karya khusus tentang maulid yang berjudul “Husn al-Maqsid Fi ‘Amal al-Maulid”.
·         Al-Hafizh Sakhawi (w. 902 H)
·         Syekh ibn Hajar al-Haitami (w. 974 H)
·         Al-Imam an-Nawawi (w. 676 H)
·         Al-Imam al-‘Izz ibn ‘Abd as-Salam (w. 660 H)
·         Mantan Mufti Mesir, Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi’i (w. 1354 H)
·         Mantan Mufti Bairut, Lebanon, Syekh Musthafa Naja (w. 1351 H), dan masih banyak lagi ulama-ulama lainnya.
Karena itu perayaan Maulid Nabi yang biasa dirayakan di Bulan Rabi’ul Awal menjadi tradisi umat Islam di seluruh belahan dunia. Namun ada juga ulama yang menentang adanya perayaan Maulid Nabi yaitu Syekh Tajuddin al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab “Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid”.[7]

B. Beberapa Pendapat Tentang Perayaan Maulid Nabi
            Mengenai pendapat tentang Perayaan Maulid Nabi, sebagian orang menganggap bahwa Maulid Nabi adalah kegiatan yang sah-sah saja, diperbolehkan bagi agama Islam. Biarpun perayaan maulid tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, para Sahabat, Ta’in dan Tabi’ut Tabi’in, namun tidak berarti perayaan maulid nabi dilarang atau dianggap sebagai sesuatu yang haram. Para ulama menganggap maulid nabi sebagai Bid’ah Hasanah, artinya perayaan Maulid Nabi merupakan hal naru yang sejalan dengan ajaran-ajaran al-Qur’an dan hadist-hadist nabi yang tidak bertentangan dengan keduanya. Contoh dalil :
Rasulullah bersabda  yang artinya :
“Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim, sahih).
            Di sisi lain, sebagian orang menganggap bahwa Perayaan Maulid Nabi adalah Bid’ah karena bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka juga menganggap bahwa hal tersebut adalah Tasyabbuh (meniru-niru) kebiasaan orang Kristen dalam merayakan Natal. Contoh dalil :
Allah Berfirman yang artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak punyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, senuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ : 36)
Dan Allah Ta’ala berfirman :
“...Kecuali orang-orang yang bersaksi dalam keadaan mereka mengetahui (apa yang mereka persaksikan)”. (QS. Az-Zukhruf : 86).



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Perayaan Maulid Nabi merupakan perayaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Perayaan tersebut masih diperingati oleh umat Muslim di seluruh dunia. Dalam perkembangannya peringatan Maulid Nabi ini ternyata banyak yang memiliki perbedaan pendapat tentang hal tersebut. Beberapa ulama ada yang menganggap bahwa Maulid Nabi adalah perayaan yang baik bagi umat Muslim sekalipun belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Namun ada pihak yang karena Maulid tersebut tidak di contohkan oleh Rasulullah SAW maka perayaan tersebut dianggap bid’ah dan tidak boleh dilakukan oleh umat Islam. Setiap manusia memiliki hak masing-masing untuk berpendapat mana yang menurut mereka baik dan buruk.



DAFTAR PUSTAKA

 Ust Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi. 2013. Mengkritisi Sejarah Perayaan Maulid Nabi. Disalin dari Majalah AL-Furqon no. 99 th. Ke-9 (1431 H/ 2010 M)
Captein, Nico. 1994. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Jakarta: INIS


[1] Captein, Nico. 1994. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Jakarta: INIS
[2] Ust Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi. 2013. Mengkritisi Sejarah Perayaan Maulid Nabi. Disalin dari Majalah AL-Furqon no. 99 th. Ke-9 (1431 H/ 2010 M).
[3] Ibid, hlm. 8
[4] Captein, Nico. 1994. Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW. Jakarta: INIS, hlm.
[5] [5] Ust Abu Ubaidah bin Mukhtar as-Sidawi. 2013. Mengkritisi Sejarah Perayaan Maulid Nabi. Disalin dari Majalah AL-Furqon no. 99 th. Ke-9 (1431 H/ 2010 M). Hlm. 8-9.
[6]http://skripsitesis4u.blogspot.com/2012/07/sejarah-dan-hukum-memperingati-maulid.html

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH: PERJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN CUT MEUTIA MELAWAN KOLONIAL BELANDA DI TANAH ACEH TAHUN 1901-1910

 BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Perang Aceh yang terjadi dari tahun 1873 sampai 1904 yang ditandai dengan menyerahnya Kesultanan Aceh menjadi salah satu perlawanan yang cukup sengit melawan kolonial Belanda pada saat itu. Perebutan wilayah Aceh oleh Belanda dan rakyat Aceh yang tidak rela wilayahnya dikuasai oleh Belanda   menjadi faktor utama perlawanan di Aceh. Banyak rakyat yang gugur dalam perlawanan tersebut   termasuk para pemimpin perlawanan seperti Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan masih banyak lagi.

MAKALAH: PERANG PADRI

Disusun Oleh : A Sodikin, A Nisa BAB I PENDAHULUAN Masyarakat Minangkabau telah memeluk ajaran Islam sejak Abad 16 atau bahkan sebelumnya. Namun hingga awal abad 19, masyarakat tetap melaksanakan adat yang berbau maksiat seperti   berjudi, sabung ayam maupun mabuk-mabukan. Hal demikian menimbulkan polemik antara Tuanku Koto Tuo seorang ulama yang sangat disegani, dengan para muridnya yang lebih radikal. Terutama Tuanku nan Renceh. Mereka sepakat untuk memberantas maksiat. Hanya, caranya yang berbeda.